Mantan Dirjen AHU Cahyo RM Diduga Gunakan Notula Fiktif Untuk Bukti Persidangan, Majelis Hakim Diminta Objektif
Mantan Dirjen AHU Cahyo RM Diduga Gunakan Notula Fiktif Untuk Bukti Persidangan, Majelis Hakim Diminta Objektif
AKURATNEWS -Sidang gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) antara Maruli Sembiring melawan mantan Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) Kemenkumham, Cahyo Rahadian Muzhar, serta Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) kembali bergulir di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Senin (6/10/2025).
Dalam perkara No. 125/Pdt.G/2025/PN.Jkt.Utr, Maruli menggugat karena Cahyo Rahadian Muzhar, saat masih menjabat Dirjen AHU, diduga menggunakan notula rapat palsu sebagai alat bukti dalam perkara di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
Notula bertanggal 16 September 2019 itu mencantumkan nama Maruli Sembiring sebagai alumni Universitas 17 Agustus 1945 (UTA ’45) Jakarta, yang kemudian dijadikan dasar penonaktifan dirinya dari jabatan Koordinator Keamanan Yayasan Perguruan Tinggi UTA ’45 Jakarta pada 3 Juni 2024.
Kesaksian Rudiono: “Tidak Ada Maruli Lain!”
Dalam sidang yang dipimpin Iwan Irawan dengan hakim anggota Merauke Sinaga dan Wahyuni Prasetyaningsih, pihak Turut Tergugat (Yayasan Perguruan Tinggi UTA ’45 Jakarta) menghadirkan saksi fakta Rudiono Darsono, Ketua Dewan Pembina Yayasan. Rudiono bersaksi dengan nada tegas, bahwa nama Maruli yang tercantum dalam notula rapat Dirjen AHU tidak lain adalah Maruli Sembiring yang dikenalnya sebagai Koordinator Keamanan Kampus.
“Tidak ada Maruli lain di kampus ini. Hanya satu Maruli, yaitu Maruli Sembiring,” ujar Rudiono menjelaskan di hadapan majelis hakim.
Saksi menambahkan, penonaktifan Maruli dilakukan setelah Senat Kampus melaporkan adanya nama Maruli dalam notula AHU yang kemudian dijadikan alat bukti di PTUN.
Menurutnya, penegakan hukum harus berdiri tegak, bukan tunduk pada jabatan, Oleh karena itu, Rudiono menegaskan harapannya agar majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara, pimpinan Iwan Irawan, memutus perkara No.125/Pdt.G ini secara objektif dan berdasarkan fakta persidangan, bukan tekanan atau pengaruh jabatan.
“Negara ini negara hukum, tidak boleh ada yang kebal hukum hanya karena jabatan. Semua harus sama di hadapan hukum, baik pejabat maupun rakyat, Equlity Before The Law” ujarnya keras.
Pernyataan itu diaampaikan menggema usai persidangan yang menjadi penegasan atas keresahan publik terhadap potensi penyalahgunaan kekuasaan di lembaga negara.
Saksi Penggugat: Tidak Ada Salah Identitas
Pada sidang sebelumnya, saksi penggugat Ahmad Rofi’i dan Bambang Prabowo juga menegaskan bahwa Maruli Sembiring adalah satu-satunya individu yang dimaksud dalam dokumen resmi Yayasan. “Bukan salah identitas. Maruli yang dimaksud ya Maruli Sembiring,” kata Rofi’i.
Bambang menambahkan, ia telah mengenal Maruli sejak masa orientasi mahasiswa hingga kegiatan alumni, termasuk Musyawarah Besar Ikatan Alumni tahun 2018.
Majelis Hakim Dorong Jalan Damai
Menjelang akhir sidang, Ketua Majelis Hakim Iwan Irawan sempat mendorong para pihak untuk menempuh jalan damai sebelum putusan dibacakan.
“Berdamailah sebelum perkara ini diputus. Duduklah satu meja,” ujar Iwan.
Namun, tawaran itu dijawab ringan oleh kuasa hukum penggugat, Naomi, S.H.
“Mejanya berseberangan, Yang Mulia,” ucapnya disambut tawa kecil di ruang sidang. Sidang akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda pemeriksaan lanjutan.
Kuasa hukum Turut Tergugat, Luhut Parlinggoman Siahaan, SH M.Kn, menyatakan pihaknya siap mengawal perkara ini hingga akhir.
“Kami menghormati proses peradilan, tetapi hukum harus ditegakkan setegak-tegaknya. Fakta tidak boleh dibengkokkan,” tegas Luhut.
Hingga berita ini tayangkan pihak Dirjen AHU belum memberikan keterangan