Budi Mulyawan: Adakah Gubernur Jakarta yang Mampu Membebaskan Ibu Kota dari Kemacetan?

Menurutnya, alasan Jakarta dipilih sebagai ibu kota negara pada tahun 1945 juga sangat kuat.
Selain faktor sejarah sebagai pusat pemerintahan Hindia Belanda, Jakarta memiliki posisi strategis di pesisir utara Pulau Jawa yang berhadapan langsung dengan Laut Jawa dan memiliki akses transportasi laut yang vital.
“Selain faktor geografis, Jakarta punya nilai historis sebagai pusat pemerintahan dan tempat Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Sejak itu, kota ini menjadi pusat politik, ekonomi, dan budaya nasional,” ujarnya.
Namun, seiring pesatnya pertumbuhan penduduk dan kendaraan, perencanaan yang baik tidak diimbangi pelaksanaan yang konsisten.
Budi menilai, berbagai kebijakan pemerintah daerah dalam mengatasi kemacetan masih bersifat parsial dan jangka pendek.
Meskipun pembangunan transportasi massal seperti MRT, LRT, dan TransJakarta menunjukkan kemajuan signifikan, dampaknya terhadap penurunan kemacetan belum terasa maksimal.
“Jumlah kendaraan terus meningkat, sedangkan kapasitas jalan terbatas. Ditambah lagi, disiplin berlalu lintas masyarakat masih rendah,” ujar Budi.
Ia menambahkan bahwa beberapa kawasan di ibu kota tetap menjadi titik kemacetan utama setiap hari, seperti Tomang–Slipi, Kuningan–Semanggi, Sudirman–Thamrin, serta wilayah Cawang, Grogol, dan Pancoran.
“Pada jam sibuk, terutama pukul 06.30–09.30 dan 16.30–20.00, ruas-ruas tersebut hampir tidak bergerak,” ujarnya.








Komentar